Selasa, 19 Juni 2012

Perkembangan Psikologi Anak


MENGENALI PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK
Setiap orang tua pasti menginginkan sutu perkembangan yang baik dalam fase hidup anak-anaknya, baik berupa fisik maupun kejiwaan. Memang secara tampilan, perkembangan fisik terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan kejiwaan. Bahkan terkadang kita perlu lebih awas dalam memperhatikan perkembangan kejiwaan anak karena nantinya hal tersebut akan berhubungan dengan pembentukan identitas diri dan kepribadian anak tersebut. Lebih lanjut, kita akan mendiskusikan mengenai perkembangan kejiwaan anak secara detil , khususnya usia anak pra sekolah (mulai dari usia 4 tahun) sampai dengan masa sekolah (usia 12 tahun / sebelum pubertas).

Konsep Diri
Pada usia 4 tahun, anak-anak berusaha mendefinisikan dirinya menjadi lebih komprehensif sebagaimana mereka mulai mengidentifikasikan sekelompok karakteristik untuk menggambarkan dirinya masing-masing. Umumnya, mereka lebih banyak bercerita tentang hal konkret, perilaku yang diamati, karakteristik eksternal seperti penampilan fisik, kesenangan, kepemilikan, dan anggota keluarga yang tinggal serumah. Mereka juga akan menggambarkan dirinya seringkali dengan apa yang mereka pikirkan mengenai dirinya sendiri, nyaris tak dapat dipisahkan dari apa yang mereka lakukan sehari-hari. Berikut ini, analisis dilakukan berdasarkan neo Piaget yang dapat menggambarkan perkembangan anak-anak dalam 3 tahap, dimana perkembangan tersebut membentuk peningkatan yang berkelanjutan, yaitu:
Tahap I : Pada usia 4 tahun, anak-anak menyatakan dirinya sendiri adalah representasi tunggal dimana hanya mencakup satu dimensi saja. Pemikiran mereka seringkali berpindah-pindah dari satu hal ke hal lainnya , tanpa terhubung secara logis. Pada tahap ini, ia tidak dapat membayangkan bahwa ia memiliki dua emosi pada waktu yang sama karena dasar pemikirannya adalah all or nothing.
Tahap II : Berlanjut pada usia 5 sampai 7 tahun dimana anak-anak mulai menghubungkan satu aspek dari dirinya dengan hal lain. Mereka melakukan pemetaan representasi dengan membentuk hubungan antara bagian dari pandangan dirinya terhadap dirinya sendiri – masih diekspresikan dalam hal positif, yaitu all or nothing. Oleh karena baik dan buruk itu berlawanan, maka mereka tidak melihat bagaimana mereka bisa baik dalam beberapa hal dan tidak pada hal lainnya.
Tahap III : Terjadi pada usia sekolah (7 – 12 tahun), dimana anak-anak mulai melakukan sistem representasi. Mereka mulai mengintegrasikan hal-hal yang spesifik ke dalam hal-hal general (konsep multidimensi). Di sisi lain, konsep pemikiran all or nothing semakin berkurang dan penggambaran diri anak menjadi lebih seimbang.

Memahami Emosi Anak
Anak-anak mengetahui sesuatu mengenai perasaan mereka tetapi mereka harus banyak belajar. Oleh karena itu, dengan memahami emosi mereka sendiri akan membantu anak-anak untuk mengontrol cara mereka menunjukkan perasaannya dan menjadi sensitif terhadap perasaan orang lain. Permasalahan yang muncul menjadi dua dimensi, yaitu kualitas emosi dan target di depan yang dituju. Penelitian Harte & Buddin, 1987, menyatakan bahwa anak-anak secara bertahap mendapatkan suatu pengertian mengenai emosi secara simultan antara usia 4 sampai 12 tahun (Harter, 1996) sebagaimana mereka bergerak melalui 5 level perkembangan, yaitu:
Level 0 : Pada awalnya, anak-anak tidak mengerti bahwa perasaan dapat muncul secara bersamaan pada waktu yang sama. Anak-anak yang berada pada tahap representasi tunggal dapat berkata, “Kamu tidak bisa memiliki dua perasaan pada waktu yang sama karena kamu hanya memiliki satu pikiran!”
Level 1 : Anak-anak mulai mengenmbangkan kategori yang berbeda – emosi positif dan negatif – dan dapat membedakan emosi dalam setiap kategori, seperti senang dan bahagia, atau marah dan sedih. Mereka dapat menyadari keberadaan dua emosi pada waktu yang bersamaan tetapi hanya jika keduanya positif atau negatif serta terarah pada target yang sama. Anak pada level ini tidak dapat mengerti kemungkinan merasakan emosi simultan dalam menghadapi dua orang yang berbeda atau merasakan emosi yang berbeda pada orang yang sama.
Level 2 : Anak mampu dalam pemetaan representasi dimana dapat menyadari dirnya memiliki dua perasaan yang terarah pada target yang berbeda. Tetapi mereka tetap saja tidak dapat mengalami dirinya memiliki perasaan-perasaan yang berbeda.
Level 3: Anak yang telah mengembangkan sistem representasidapat mengintegrasikan emosi positif dan negatif. Mereka mulai dapat mengerti bahwa mereka bisa memiliki perasaan yang berbeda pada waktu yang sama, tetapi hanya jika terarah pada target yang berbeda sehingga mereka tidak dapat menyadari dirinya memiliki perasaan positif dan negatif terhadap keduanya.
Level 4 : Anak-anak dapat menggambarkan perasaan-perasaan yang berbeda terhadap target yang sama.

Perkembangan Psikososial
Selain konsep diri dan perkembangan emosi, kita juga dapat melihat dari perkembangan psikososial. Dari berbagai ahli yang menyusun teori tentang tingkat perkembangan anak, Erick Erickson adalah salah satu ahli yang mengkhususkan diri dalam perkembangan kejiwaan sosial manusia. Ia mengembangkan teorinya dengan membuat delapan tahap psikososial yang mencakup seluruh rentang kehidupan, meneliti perkembangan identitas, dan mengembangkan metode yang berbeda dari seting psikoanalitik terstruktur yang digunakan dengan orang dewasa. Tiap tahapan ini dibangun berdasarkan tahap sebelumnya dan mempengaruhi pembentukan tahap yang berikutnya.
Penitikberatan teori Erickson sendiri terletak pada pencarian identitas. Identitas adalah pemahaman dan penerimaan diri dan masyarakat. Sepanjang hidup kita akan bertanya “Siapakah saya?” dan merangkai jawaban berbeda pada setiap tahap. Begitu juga masalah identitas selalu mmuncul sepanjang hidup manusia walaupun dalam skala yang amat kecil.
Bila dilihat dari range usianya khususnya usia 4 sampai 12 tahun, maka dalam tahapan psikososial Erickson dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahap 3 ; Initiative Vs Guilt
Ketika seorang anak berada pada usia 4 sampai 5 tahun, mereka mulai belajar dari orang-orang di sekelilingnya. Mereka mengenali orang tua mereka sebagai sosok yang berkuasa dan kuat. Mereka juga mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Kemampuan berinisiatif dalam mengambil keputusan untuk mencapai target dan kompetisi juga mulai timbul dalam pikiran mereka. Hal ini didukung oleh kemajuan alat gerak, bahasa, kognisi, dan kreatifitas. Apabila mereka bisa memecahkan suatu masalah, maka inisiatif akan timbul dalam diri anak tersebut sedangkan apabila sebaliknya maka akan timbul perasaan bersalah. Pada tahap ini, anak telah belajar bahwa ia harus bekerja keras untuk mencapai tujuannya (Wrightsman, 1994).
Tahap 4 ; Industry Vs Inferiority
Tahap ini terjadi pada usia 6 tahun samapai mereka memasuki masa pubertas, dimana pada usia ini mereka mulai sekolah dan menjadi ahapan yang lebih besar bagi pengetahuan dan pekerjaan mereka. Mereka mulai memasuki tahapan baru dimana mereka mulai diperkenalkan dengan sistem pendidikan formal dan teknologi baru yang digunakan dalam kegiatan sekolah. Apabila seseorang bisa melalui tahapan ini maka akan timbul sense of industry, seperti perasaan mampu dan menguasai sesuatu. Sedangkan apabila gagal maka akan mucul perasaan ketidakcukupan dan rendah diri.

Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan yang dipaparkan sebelumnya, maka orang tua memang perlu memperhatikan perkembangan kejiwaan anak semenjak dini. Dengan begitu, maka setelah dewasa nanati, anak tersebut akan menjadi sosok yang dewasa dan tangguh dalam menghadapi setiap permasalahan sehingga kejadian seperti bunuh diri, depresi, dll dapat terhindari.
Selamat Hari Parheheon Sekolah Minggu HKBP Semper semoga Anak-Anak Sekolah Minggu semakin kokoh dan tangguh baik secara pemikiran maupun kejiwaannya. Tuhan Memberkati.

Daftar Pustaka
Papalia, Diane E, et al. 2001. Human Development. New York: McGrw-Hill
Wrightsman, Lawrence S. 1994. Adult Personality Development. California: Sage Publications.A



Tags: Setiap orang tua pasti menginginkan sutu perkembangan yang baik dalam fase hidup anak-anaknya, baik berupa fisik maupun kejiwaan. Memang secara tampilan, perkembangan fisik terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan kejiwaan.

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas



“Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern siswa.” (Djamarah 2006:184). Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa denga ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari siswa lainnya sacara individual. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.


Faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.


Djamarah (2006:185) menyebutkan “Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut.


a. Hangat dan Antusias
Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.


b. Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.


c. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian siswa. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.


d. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.


e. Penekanan pada Hal-Hal yang Positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.


f. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.


Top of Form

Email Untuk Langganan Artikel:
Bottom of Form


ARTIKEL TERKAIT

pengelolaan kelas

Hadits Rasulullah Dalam Kehidupan Sosial


I.                  Pendahuluan
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT sebagai syahidan, mubasysyiran, dan nadziron[1] bagi segenap manusia. Ajaran Islam ad-Din al-Haq yang dibawanya kesemua dasarnya adalah wahyu Allah SWT dalam Al-Qur’an . Sebagai seorang uswat al-Hasanah beliau SAW adalah penyampai, penafsir, dan penjelas firman-firman Allah dalam Al-Qur’an lewat qoul beliau, fi’liyah beliau, dan taqrir beliau SAW.
Islam adalah Rahmat li al-‘Alamin, di dalam ajaran-ajarannya terkandung nilai-nilai cinta kasih yang telah nyata dicontohkan oleh baginda Muhammad SAW lewat akhlak mulia beliau.  Berikut ini adalah sedikit pembahasan berkaitan dengan realisasi iman dalam kehidupan sosial berdasarkan uswah Rasulullah SAW dalam sunah beliau SAW.

II.                        Pembahasan
A.               Cinta sesama muslim adalah sebagian dari kesempurnaan Iman
Cinta adalah sesuatu yang niscaya ada dalam peri kehidupan makhluk berakal seperti manusia baik berbangsa, bernegara, maupun dalam kehidupan beragama. Rasulullah SAW sebagai suri tauladan agung bagi manusia telah menjelaskan tentang betapa pentingnya cinta dan kasih sayang terhadap sesama insan dalam hadits berikut ini:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَِخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه ِ)رواه البخاري ومسلم وأحمد والنسائى([2]
.Artinya: “Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Yahya telah menceritakan kepada kami dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas r.a berkata bahwa Nabi saw. telah bersabda : “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan di sini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Hadis di atas tidaklah berarti bahwa seorang mu’min yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya berarti tidak beriman sama sekali. Pernyataan ُ أَحَدُكُمْ يُؤْمِنَ  لا pada hadis di atas mengandung makna “tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, harf nafi لا pada hadis tersebut bermakna ketidaksempurnaan buka ketidakberimanan.
Prinsip tersebut mengantar kita untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara sesama muslim yang dalam hadis lain diibaratkan sebagai satu bangunan.
B. Ciri-ciri Seorang Muslim yang Tidak Mengganggu Orang Lain
Seorang muslim yang baik keislamannya adalah orang yang tidak mengganggu orang lain. Artinya setiap gerak dan tingkah lakunya adalah tidak menghalangi hak-hak orang lain, lebih-lebih sampai mendzaliminya. Rasulullah menjelaskan dalam hadisnya sebagai berikut:
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي السَّفَرِ وَإِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْه. ُ) رواه البخاري وأبوداودوالنسا ئى(
Artinya :Adam bin Abi Isa telah mengabarkan kepada kami, ia berkata bahwa Syu’bah telah mengabarkan kepada kami dari ‘Abdullah bin Abi al-Saffar dan Isma’il bin Abi Khalid dari al-Sya’biy dari ‘Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Nabi SAW. telah bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang orang-orang Islam (yang lain) selamat dari lisan dan tangannya dan orang yang berhijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang telah dilarang Allah SWT. (H.R. Bukhori , Muslim dan Ahmad) [3]
Pesan pertama yang tekandung dalam hadis di atas adalah memberi motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat pentingnya hubungan baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw. menggambarkannya sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang tidak memberikan rasa tenang dan nyaman terhadap sesamanya muslim dikategorikan orang muslim sejati. Inilah ciri-ciri muslim yang tidak mengganggu orang lain
Oleh sebab itu, seorang muslim yang sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.
Pesan Kedua , secara tekstual hadis di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah meninggalkan apa yang dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah Rasulullah saw., yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah aman yang dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah swt. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke daerah yang tidak ada jaminan bagi terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian hijrah dalam pengertian syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.
C. Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata
Seperti telah disebutkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Talib K.w. : “Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota”. Konsekuensi bagi orang yang mengaku dirinya telah beriman Kepada Allah SWT, adalah keharusan untuk membuktikan keimanannya kepada Allah SWT. Rasulullah menyinggung hal ini dalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ  ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ )رواه البخارى(  [4]
Artinya : Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abu al-Ahwash telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menyebutkan tiga di antara sekian banyak ciri dan sekaligus konsekuensi dari pengakuan keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari akhirat. Ciri – cirri orang beriman yang disebutkan dalam hadis di atas, adakalanya terkait dengan hak-hak Allah swt., yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan, seperti diam atau berkata baik, dan adakalanya terkait dengan hak-hak hamba-Nya, seperti tidak menyakiti tetangga dan memuliakan tamu.
  1.  Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعَتْ أُذُنَايَ وَأَبْصَرَتْ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ قَالُوا وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ يَوْمُهُ وَلَيْلَتُهُ وَالضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيْه ) متفق عـليه(
Artinya : “Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Laits telah menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Abi Syuraih al-’Adawiy, berkata, Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, ia harus menghormati tamunya dalam batas kewajibannya. Sahabat bertanya, “yang manakah yang masuk batas kewajiban itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, batas kewajiban memuliakan tamu itu tiga hari tiga malam, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.” (Mutafaq Alaih)
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan damai.
  1.  Memuliakan Tetangga
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi SAW. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُه
Artinya : Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi keada tetangga hak waris.(H.R.Bukhori)
  1.  Berbicara Baik atau Diam
Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW. bersabda:
َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلصَّمْتُ حِكْمَةٌ وَقَلِيلٌ فَاعِلُهُ )  أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ فِي اَلشُّعَبِ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ وَصَحَّحَ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ مِنْ قَوْلِ لُقْمَانَ اَلْحَكِيمِ
Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Diam itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya. Riwayat Baihaqi dalam kitab Syu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman Hakim. [5]
III.                Penutup
Sebagai sosok tauladan umatnya, Rasulullah SAW membuktikan kesempurnaan keimanannya dengan selalu berbuat sesuai dengan apa yang Allah SWT wahyukan pada beliau SAW. Maka tirulah beliau dengan menjalankan sunnahnya, agar sempurna keimanan kita. Dalam sebuah hadist Rasulullah berdo’a : “Ya Allah sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku maka perindahlah perangaiku.”[6] Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
Terjemah Hadits Arba’in An-Nawawiyah  “, Di terjemahkan oleh : Aminah Abd. Dahlan, PT.Al-Ma’arif , Bandung
 “Terjemah Hadits Shahh Muslim Jilid 1”, Diterjemahkan oleh : Ma’mur Daud, Widjaya, Jakarta,1986
Bulughul Maram min Adilatil Ahkam”, Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar al-Asqalany, Pustaka Hidayah,2008


[1] Al-Qur’an Surat Al-Fath : 8
[2] Arba’in Nawawi, Syarah Ibnu Daqiqil, Hadits No. 13 , Bulughul Maram ,Hadits No. 1487dan dalam Shohih Muslim Hadist No.36
[3] Shahih Muslim Hadist No.33
[4] Shahih Al-Bukhari Hadist no. 6018 dan Shahih  Muslim hadist no. 39
[5]Bulughul Maram  min Adilatil Ahkam”, Al-Hafidh Imam Ibnu Hajar al-Asqalany, Hadits No. 1507
[6] Ibid , Hadits No. 1566